Mengurangi Kejenuhan Berliterasi di Sekolah
Dalam beberapa tahun terakhir beberapa survei literasi
internasional menghasilkan data berupa perolehan skor membaca di beberapa
negara. Mengenai perolehan skor mambaca, bukan menjadi hal baru jika indonesia hanya
mencapai 0,001%, yang artinya diantara 1000 orang hanya ada satu orang yang
membaca buku. Tak heran jika perolehan angka tersebut membuat Indonesia berada
di peringkat bawah. Oleh karena itu, pemerintah mulai membenahi sistem
pendidikan Indonesia untuk mendongkrak literasi masyarakat Indonesia, terutama
generasi mudah yang masih duduk di bangku pendidikan.
Beruntunglah pada 2015 lalu pemerintah meluncurkan
Gerakan Literasi Sekolah yang mewajibkan semua sekolah menerapkan program
literasi. Dengan diluncurkannya program ini, diharapkan dapat menumbuhkan minat
membaca siswa. Sebagaimana atas himbauan pemerinta, program literasi ini umumnya
dilakukan dengan menyelenggarakan kegiatan membaca wajib baik sebelum dimulai
pelajaran maupun waktu khusus lainnya. Waktu itu digunakan untuk membaca dan
menulis resume hasil bacaan.
Program literasi memang sampai saat ini masih ramai
diadakan di berbagai sekolah. Dapat dikatakan bahwa program literasi ini telah
menjadi rutinitas sekolah. Program literasi yang pada hakikatnya bersifat
kognitif ini diharapkan dapat menjadi kebiasaan siswa tanpa menimbulkan sebuah
kejenuhan. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan-tindakan kreatif untuk
mencegah terjadinya kejenuhan dalam berliterasi di sekolah.
Jadwal Kunjungan
Wajib ke Perpustakaan
Kegiatan literasi yang rutin diadakan di ruang kelas
ada kalanya membuat siswa menjadi jenuh. Oleh karena itu, membuat jadwal
kunjungan wajib ke perpustakaan sekolah dapat memberi suasana baru bagi siswa.
Adanya kunjungan wajib ini juga membuat siswa lebih leluasa dalam memilih bahan
bacaan dibanding ketika mereka hanya membaca di kelas dengan koleksi terbatas.
Lomba Pojok Baca
Kelas
Mengadakan pojok baca saja tidaklah cukup. Karena
pojok baca yang biasa saja akan terkesan monoton, akibatnya siswa menjadi jenuh
membaca. Perlu adanya motivasi siswa untuk merawat pojok baca kelasnya. Lomba
pojok baca pun menjadi salah satu solusi untuk memotivasi siswa. Adanya lomba
dapat mendorong siswa untuk memperindah pojok baca dengan menambah dekorasi dan
kelengkapan koleksi buku, dengan harapan pojok baca mereka bisa menjadi yang
terbaik. Hal ini juga dapat menumbuhkan kreatifitas siswa.
Memberi Nama
untuk Pojok Baca
Pojok baca memerlukan sebuah keunikan agar tidak
terkesan biasa. Memberi nama pojok baca dengan judul buku atau dengan nama
penulis buku akan membuat pojok baca lebih beridentitas. Nantinya setiap pojok
baca wajib memiliki koleksi sesuai dengan nama pojok baca. Setiap siswa juga
wajib membaca buku sesuai dengan nama pojok bacanya. Misalnya, pojok baca kelas
IX A bernama ‘Pojok Baca Negeri Lima Menara’, maka kelas tersebut wajib
memiliki buku Laskar Pelangi, dan siswa wajib membaca buku tersebut. Atau pojok
baca kelas IX B bernama ‘Pojok Baca Andrea Hirata, maka kelas tersebut wajib
memiliki minimal satu buku karangan Andrea Hirata, dan siswa wajib membacanya.
Reading Aloud
Jika biasanya membaca dilakukan dengan membaca diam
selama program literasi, maka reading
aloud atau membaca dengan suara keras, nyaring, atau lantang dapat
dijadikan selingan. Reading aloud
dilakukan pada waktu tertentu, misalnya seminggu sekali selama beberapa menit.
Siswa secara bergilir menceritakan kembali isi ringkas dari buku yang telah
dibaca. Reading aloud juga dapat
dilakukan oleh guru, sementara siswa mendengarkan sambil mencatat dari hasil
reading aloud oleh guru. Readig aloud
ini dapat menjadi sarana untuk berbagi informasi kepada siswa lain yang belum
membaca buku, sehingga siswa tetap dapat memperoleh informasi.
Penyegaran
Koleksi Bacaan
Salah satu keterbatasan program literasi yaitu
keterbatan jumlah dan variasi buku. Program literasi yang diadakan setiap
minggu menuntut siswa membaca buku yang berbeda. Sehingga banyak koleksi
perpustakaan sekolah yang telash dibaca siswa, sementara koleksi buku baru
belum ada. Oleh karena itu, pengelola perpustakaan perlu mengambil inisiatif
penyegaran koleksi untuk perpustakaan, baik dengan anggaran dana BOS maupun di
luar anggaran dana BOS. Hal yang perlu dilakukan untuk penyegaran koleksi yaitu
dengan menjalin kerja sama dengan perpustakaan keliling kantor dinas
perpustakaan daerah, mengajukan permohonan bantuan buku ke perpustakaan
nasional, kantor kementerian, kantor kedutaan, penerbit, maupun komunitas.
Dengan adanya koleksi baru diharapkan membuat siswa menjadi kembali semangat
berliterasi.
Ruang Baca di
Tempat Terbuka
Program literasi di sekolah haruslah didukung dengan
sarana yang memadai. Selain sarana pojok baca kelas dan ruang baca
perpustakaan, sekolah perlu menyediakan ruang baca di tempat terbuka, seperti
papan display koran dan papan mading.
Papan koran dan mading ini diletakkan di tempat terbuka yang banyak dilintasi
oleh warga sekolah, sehingga dapat diakses oleh siapa saja. Meskipun membaca koran
dan mading umumnya sambil berdiri, yang terpenting adalah informasi yang kita
dapat meskipun dengan waktu yang singkat baik direncanakan maupun tidak
diencanakan.
Adanya ruang baca di tempat terbuka, warga sekolah
tetap dapat mengakses sumber informasi, mengingat tidak semua warga sekolah
berkunjung ke perpustakaan. Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk tidak
berliterasi.
Komentar
Posting Komentar